Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Sedangkan kebudayaan yang merupakan unsur pengikat bagi suatu masyarakat memiliki 3 ma`na :
1. Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
2. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
3. Hasil akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidupnya.
Jika kita lebih mendalam mengkaji kembali Kitabulloh, maka kita dapati bahwa masyarakat dengan ma`na di atas disebutkan dengan kata ummah.
Ma`na ummah mencakup empat unsur pokok :
1. Thoifah (Sejumlah manusia)
Alloh swt berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً ...
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (komunitas manusia)… ", (QS. An Nahl (16): 36)
2. Zaman (masa tertentu)
وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ
Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada) Yusuf sesudah beberapa waktu lamanya (QS. Yusuf (12): 45)
3. Imam (pemimpin)
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam …(QS. An Nahl (16): 120)
4. Millah (agama)
وَكَذَلِكَ مَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوهَآ إِنَّا وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى ءَاثَارِهِم مُّقْتَدُونَ
Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama ". (QS. Az Zukhruf (43): 23) [Selebihnya...]
Oleh sebab itu, Ummah – menurut Ar Roghib Al Isfahani – berarti :
كُلُّ جَمَاعَةٍ يَجْمَعُهُمْ أَمْرٌمَا إِمَّا دِيْنٌ وَاحِدٌ أَوْزَمَانٌ وَاحِدٌ أَوْمَكَانٌ وَاحِدٌ سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ الأَمْرُ الْجَامِعُ تَسْخِيْراً أَوْاخْتِيَاراً
“Setiap jama`ah (sejumlah orang tertentu) yang terikat oleh sesuatu, baik oleh satu agama, satu masa atau satu tempat, baik ikatannya bersifat proses alamiyah maupun proses upaya manusia”.
Begitulah manusia sejak awwal merupakan makhluk yang hidup dalam ummah (suatu masyarakat) yang diikat oleh ikatan tertentu. Perbedaannya adalah bahwa apa yang disebutkan oleh banyak orang sebagai budaya sebagai pengikat suatu masyarakat, disebutkan oleh Al Qur`an sebagai agama, karena tidak ada satu budayapun yang lahir tanpa asas agama sebagai prinsip lahirnya. Alloh swt menyebutkan bahwa pada awalnya manusia berada dalam satu masyarakat yang hanya diikat oleh satu agama, yaitu Islam atau tauhid dimana seluruh kebudayaannya adalah kebudayaan yang mengabdi hanya kepada Alloh swt.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَاجَآءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَن يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Manusia itu adalah ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. Al Baqarah (2): 213)
Ibnu Abbas rda berkata :
كَانَ بَيْنَ آدَمَ وَنُوْحٍ عَشْرَةُ قُرُوْنٍ كُلُّهُمْ عَلَى شَرِيْعَةٍ مِنَ الْحَقِّ فَاخْتَلَفُوا فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّيْنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ
“Di antara Adam dan Nuh terdapat 10 kurun yang kesemuanya berada di atas syari`at yang hak, kemudian mereka berselisih syari`ah. Maka oleh karena itu, Alloh mengutus para Nabi sebagai pembawa berita gembira dan pembawa berita ancaman”.
Akan tetapi setelah itu terjadilah perubahan besar jiwa dan asas yang mengikat masyarakat, dari ikatan Islam dan tauhid berpaling ke arah ikatan Jahiliyyah dan syirik. Hal tersebut dimulai dari masa masyarakat nabi Nuh `As. Alloh swt menceritakan hal ini dalam firmanNya :
Nuh berkata:"Ya Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, Dan melakukan tipu-daya yang amat besar". Dan mereka berkata:"Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr", Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. Nuh berkata:"Ya Rabbku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir. Ya Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". (QS. Nuh (71): 21-28)
Ibnu `Abbas rda berkata ketika mentafsirkan ayat di atas :
أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنْ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمْ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
“Semua ini adalah nama para tokoh yang sholih di kalangan kaum Nabi Nuh `as. Tatkala mereka telah mati, syaithon memberikan wahyu kepada kaum mereka ‘hendaklah kalian mendirikan patung–patung sebagai monument di tempat–tempat perkumpulan kalian dan namailah dengan nama-nama mereka, lalu merekapun melakukannya. Akan tetapi pada saat itu belum disembah, sampai di saat mereka mati dan ilmu (agama pun) dilupakan, saat itulah patung-patung tersebut disembah”.
Peristiwa ini tidak terlepas dari proses permusuhan makhluk terla`nat, yaitu Iblis yang dengan kesombongan dan keangkuhannya hendak mewujudkan kerajaan besar pada dirinya yang hendak mencabut dan menghancurkan akar ikatan manusia dengan keraajaan Alloh swt.
Alloh swt menceritakan Iblis dalam firmanNya :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat:"Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman:"Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu". Menjawab iblis:"Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman:"Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". Iblis menjawab:"Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman:"Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh". Iblis menjawab:"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at). Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semua". (QS. Al A'raaf (7):11-18)
Bahkan Rosululloh saw menceritakan secara gamblang seluruh usaha Iblis dalam memalingkan manusia dari kerajaan Alloh swt.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ قَالَ الْأَعْمَشُ أُرَاهُ قَالَ فَيَلْتَزِمُهُ. ( رواه مسلم، 2813 في صفة إبليس وجنوده، باب تحريق الشيطان).
Dari Jabir –rda- berkata, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya syetan meletakkan 'arsy (kerajaan) nya di atas air, kemudian mengutus …. Salah seorang dari mereka melapor telah menurunkan fitnah yang besar dengan melakukan hal seperti ini dan seperti ini, kemudian sang raja syetan berkata, 'Tidak ada sesuatu pun yang telah engkau kerjakan. Berkata salah seorang jin, 'Saya telah mendatangi seorang suami dan saya tidak meninggalkannya sampai saya telah memisahkan dia dengan istrinya…
Dari Jabir rda berkata :
عَنْ سَبْرَةَ بْنِ أَبِي فَاكِهٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الشَّيْطَانَ قَعَدَ لِابْنِ آدَمَ بِأَطْرُقِهِ فَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ تُسْلِمُ وَتَذَرُ دِينَكَ وَدِينَ آبَائِكَ وَآبَاءِ أَبِيكَ فَعَصَاهُ فَأَسْلَمَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْهِجْرَةِ فَقَالَ تُهَاجِرُ وَتَدَعُ أَرْضَكَ وَسَمَاءَكَ وَإِنَّمَا مَثَلُ الْمُهَاجِرِ كَمَثَلِ الْفَرَسِ فِي الطِّوَلِ فَعَصَاهُ فَهَاجَرَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْجِهَادِ فَقَالَ تُجَاهِدُ فَهُوَ جَهْدُ النَّفْسِ وَالْمَالِ فَتُقَاتِلُ فَتُقْتَلُ فَتُنْكَحُ الْمَرْأَةُ وَيُقْسَمُ الْمَالُ فَعَصَاهُ فَجَاهَدَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ قُتِلَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَإِنْ غَرِقَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ وَقَصَتْهُ دَابَّتُهُ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
Untuk itulah, dengan rahman dan rahim Alloh, Dia mengutus para rasul (utusan)nya untuk membawa misi Islam dan tauhid tersebut kepada setiap ummah (masyarakat). Tidak ada satu ummahpun yang luput dari pengiriman para rasul dengan misi mulianya tersebut.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An Nahl (16): 36)
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَآءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ وَهُمْ لاَيُظْلَمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (QS. Yunus (10): 47)
كَذَلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهَآ أُمَمٌ لِّتَتْلُوا عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَانِ قُلْ هُوَ رَبِّي لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابِ
Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (al-Qur'an) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir terhadap Rabb Yang Maha Pemurah.Katakanlah:"Dialah Rabbku tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat". (QS. Ar Ra'ad (13): 30)
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa masyarakat di dunia ini menurut pandangan Kitabulloh hanya memiliki dua ikatan, yaitu masyarakat yang diikat oleh ajaran, system, hukum, tata nilai dan budaya dari para rasul, yaitu Islam dan tauhid atau masyarakat yang diikat oleh ajaran, system, hukum, tata nilai dan budaya yang bukan dari para rasul, yaitu jahiliyyah dan syirik. Bahkan Alloh swt menyebutkan bahwa semua ikatan selain yang berasal dari para rasul itu sebagai ikatan syaithon.
أَلَمْ تَرَإلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. An Nisa' (4): 60)
Inilah asas yang dijadikan landasan oleh para fuqoha ketika membagi suatu teritorial dari suatu wujud masyarakat menjadi dua teritorial yaitu Darul Islam dan Darul Kufur.
Ma`na dar lebih menunjukkan pada adanya batas teritorial keberadaan suatu masyarakat. Apakah dar tersebut Islami atau jahili sangat tergantung pada apakah dar tersebut didaulati atau dikuasai oleh masyarakat Islami atau oleh masyarakat jahili.
Untuk itu para fuqoha menyebutkan unsur-unsur pembeda dari kedua dar tersebut :
1. Darul Islam yaitu teritorial yang dikuasai oleh masyarakat Islam, ciri utamanya adalah :
a. Pemimpinnya adalah salah seorang kaum mu`minin
b. Dien Islam tamkin (menjadi kedaulatan hukum).
c. rasa aman bagi kaum mu`minin.
2. Darul Kufur yaitu teritorial yang dikuasai oleh masyarakat jahili, ciri utamanya adalah :
a. Pemimpinnya bukan salah seorang kaum mu`minin
b. Dien Islam tidak tamkin
c. Hilangnya rasa aman kaum mu`minin
Ibnu `Abidin berkata :
اَلْمُرَادُ بِالدَّارِ اَلإِقْلِيْمُ الْمُخْتَصُّ بِقَهْرِ مُلْكِ إِسْلاَمٍ أَوْ كُفْرٍ
“Yang dimaksud dengan dar adalah teritorial tertentu dengan kedaulatan kerajaan Islam atau kufur”.
As Sarkhosi berkata :
إِنَّ الدَّارَ إِنَّمَا تُنْسَبُ إِلَيْنَا أَوْ إِلَيْهِمْ بِاعْتِبَارِِ الْقُوَّةِ وَالْغَلَبَةِ
“Dar dihubungkan untuk kita (Islami) atau untuk mereka (kufri) adalah tergantung pada kekuasaan dan kedaulatannya”.
Al Kasani berkata :
فَإِذَا ظَهَرَتْ أَحْكَامُ الْكُفْرِ فَي دَارٍ فَقَدْ صَارَتْ دَارَ كُفْرٍ
“Jika hukum kufur berdaulat di suatu teritorial, maka jadilah teritorial tersebut darul kufur.”
Abu Ya`la Al Farro Al Hambali berkata :
هِيَ كُلُّ دَارٍ كَانَتِ الْغَلَبَةُ فِيْهَا لأَحْكَامِ الإِسْلاَمِ دُوْنَ أَحْكَامِ الْكُفْرِ
“Darul Islam adalah setiap teritorial dimana di dalamnya kedaulatan berada pada hukum-hukum Islam, bukan hukum-hukum kufur”.
إندونيسيا: دولة إسلامية أو دولة غير إسلامية؟
السؤال الأول من الفتوى رقم (2635)
س: ما الشروط الواجب توفرها في بلد تكون دار حرب أو دار كفر؟
ج: كل بلاد أو ديار يقيم حكامها وذوو السلطان فيها حدود الله ويحكمون رعيتها بشريعة الإسلام، وتستطيع فيها الرعية أن تقوم بما أو جببته الشريعة الإسلامية عليها، فهي دار إسلام، فعلي المسلمين فيها أن يطيعوا حكامها في المعروف، وأن ينصحوا لهم، وأن يكونوا عونا لهم على إقامة شؤون الدولة، ودعمها بها أوتوا من قوة علمية وعملية، ولهم أن يعيشوا فيها، و ألايتحولوا عنها إلا إلى ولاية إسلامية، تكون حالتهم فيها أحسن وأفضل، وذلك كالمدينة بعد هجرة النبي –صم- إليها، وإقامة الدولة الإسلامية فيها، وكمكة بعد الفتح. فإنها صارت بالفتح وتولي المسلمين أمرها دار إسلام بعد أن كانت دار حرب تجب الهجرة منها على من فيها من المسلمين القادرين عليها.
وكل بلاد أو ديار لا يقيم حكامها وذوو السلطان فيها حدود الله ولا يحكون في الرعية بحكم الإسلام، ولا يقوي المسلم فيها على القيام بما وجب عليه من شعائر الإسلام"؛ فهي دار كفر، وذلك مثل مكة المكرمة قبل الفتح؛ فإنها كانت دار كفر، وكذا البلاد التي ينتسب أهلها إلى الإسلام، ويحكم ذوو السلطان فيها يغير ما أنزل الله، ولا يقوي المسلمون فيها على إقام شعائر دينهم، فيجب عليهم شرعا، ومن عجز عن الهجرة منها من الرجال والنساء و الولدان فهو معذور، و على المسلمين في الديار الأخرى أن ينقذوه من ديار الكفر إلى بلاد الإسلام. قال الله تعالى: إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي اْلأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلاَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيرًا {97} إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيلاً {98} فَأُوْلاَئِكَ عَسَى اللهُ أَن يَعْفُوَعَنْهُمْ وَكَانَ اللهُ عَفُوًّا غَفُورًا{99}. ( النساء: 97-99).
وقال تعالى: وَمَالَكُمْ لاَتُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآأَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيًرا {75}. ( النساء: 75) أما من قوي من أهلها على إقامة شعائر دينه فيها، وتكمن من إقامة الحجة على الحكام و ذوي السلطان، و أن يصلح من أمرهم ويعدل من سيرتهم، فيشرع له البقاء بين أظهرهم؛ لما يرجي من إقامته بينهم من البلاغ والاصلاح مع سلامته من الفتن.
و بالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو عضو نائب رئيس اللجنة الرئيس
عبد الله بن قعود عبد الله بن غديان عبد الرزاق عفيفي عبد العزيز بن عبد الله بن باز
(فتاوي اللجنة الدائمة اللبحوث العلمية والإفتاء جمع وترتيب: الشيخ أحمد بن عبد الرزاق الدويش: 12/52-53)
"و كل دولة لا تحكم بشرع الله ولا تنقاد لحكم الله فهي دولة جاهلية كافرة طالمة فاسقة بنص هذه الآيات المحكمات، يجب على أهل الإسلام بغضها و معاداتها في الله وتحرم عليهم مودتها و موالاتها حتى تؤمن بالله وحدة وتحكم شريعته."
( مجموع فتاوى و مقالات الشيخ عبد العزيز ين عبد الله بن باز (نقد الومية العربية):1/309.)
( وقفات تربوية في ضوء القرآن الكريم لعبد العزيز بن ناصر الجليل: 3/151.)
"و بلد الشرك هو الذي تقام فيها شعائر الكفر و لا تقام فيه شعائر الإسلام كالأذان والصلاة جماعة و الأعياد و الجمعة على وجه عام شامل. وإنما قلنا على وجه عام شامل ليخرج ما تقام فيه هذه الشعائر على وجه محصور كبلاد الكفار التي فيها أقليات مسملة فإنها لا تكون بلاد إسلام بما تقيمه الأقليات المسلمة فيها من شعائر الإسلام. أما بلاد الإسلام فهي البلاد التي تقام فيها هذه الشعائر على وجه عام شامل"
( شرح ثلاثة الأصول للشيخ محمد بن صالح العثيمين بإعداد فهد بن ناصر إبراهيم السليمان: 129-130)
المطلب الحادي عشر
الغلو فيما يتعلق بالحكم على دار
.....
.....
ويقول ابن القيم: " دار الإسلام: هي التي نزلها المسلمون، وجرت عليها أحكام الإسلام، و ما لم يجر عليه أحكام الإسلام لم يكن دار إسلام وإن لا صقها."
ويقول السرخسي: (( المعتبر في حكم الدار هو السلطان والمنعة في ظهور الحكم))، وعلل ابن حزم هذا بقوله: (( لأن الدار إنما تنسب للغالب عليها والحاكم فيها والمالك لها )).
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka Jakarta Cet ke-2 1989 : 564)
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka Jakarta Cet ke-2 1989 : 131)
Al Mufrodat fi Ghoribil Qur`an. Ar Roghib Al Isfahani, Dar Al Ma`rifah – Beirut, Cet ke-3 tahun 1422 H : 33
Jami` Al Bayan, Ibnu Jarir Ath Thobari : 1/194 serta diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrok : 2 / 546, dia berkata : Shohih menurut syarat Al Bukhori dan keduanya tidak mentakhrijnya serta disepakati oleh Adz Dzahabi dan dishohihkan oleh Ibnu Al Qoyyim dalam Ighotsatul Lahfan : 2 / 620)
Hr. Al Bukhori dalam Shohihnya, Kitab At Tafsir Bab (4920
Hasyiyah Ibnu `Abidin : 4/166
Al Mabsuth : 10/114
Badai`u Ash Shonai`I : 9/4375
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Sedangkan kebudayaan yang merupakan unsur pengikat bagi suatu masyarakat memiliki 3 ma`na :
1. Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
2. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
3. Hasil akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi kesejahteraan hidupnya.
Jika kita lebih mendalam mengkaji kembali Kitabulloh, maka kita dapati bahwa masyarakat dengan ma`na di atas disebutkan dengan kata ummah.
Ma`na ummah mencakup empat unsur pokok :
1. Thoifah (Sejumlah manusia)
Alloh swt berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً ...
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (komunitas manusia)… ", (QS. An Nahl (16): 36)
2. Zaman (masa tertentu)
وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ
Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada) Yusuf sesudah beberapa waktu lamanya (QS. Yusuf (12): 45)
3. Imam (pemimpin)
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam …(QS. An Nahl (16): 120)
4. Millah (agama)
وَكَذَلِكَ مَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوهَآ إِنَّا وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى ءَاثَارِهِم مُّقْتَدُونَ
Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama ". (QS. Az Zukhruf (43): 23) [Selebihnya...]
Oleh sebab itu, Ummah – menurut Ar Roghib Al Isfahani – berarti :
كُلُّ جَمَاعَةٍ يَجْمَعُهُمْ أَمْرٌمَا إِمَّا دِيْنٌ وَاحِدٌ أَوْزَمَانٌ وَاحِدٌ أَوْمَكَانٌ وَاحِدٌ سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ الأَمْرُ الْجَامِعُ تَسْخِيْراً أَوْاخْتِيَاراً
“Setiap jama`ah (sejumlah orang tertentu) yang terikat oleh sesuatu, baik oleh satu agama, satu masa atau satu tempat, baik ikatannya bersifat proses alamiyah maupun proses upaya manusia”.
Begitulah manusia sejak awwal merupakan makhluk yang hidup dalam ummah (suatu masyarakat) yang diikat oleh ikatan tertentu. Perbedaannya adalah bahwa apa yang disebutkan oleh banyak orang sebagai budaya sebagai pengikat suatu masyarakat, disebutkan oleh Al Qur`an sebagai agama, karena tidak ada satu budayapun yang lahir tanpa asas agama sebagai prinsip lahirnya. Alloh swt menyebutkan bahwa pada awalnya manusia berada dalam satu masyarakat yang hanya diikat oleh satu agama, yaitu Islam atau tauhid dimana seluruh kebudayaannya adalah kebudayaan yang mengabdi hanya kepada Alloh swt.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَاجَآءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَن يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Manusia itu adalah ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. Al Baqarah (2): 213)
Ibnu Abbas rda berkata :
كَانَ بَيْنَ آدَمَ وَنُوْحٍ عَشْرَةُ قُرُوْنٍ كُلُّهُمْ عَلَى شَرِيْعَةٍ مِنَ الْحَقِّ فَاخْتَلَفُوا فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّيْنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ
“Di antara Adam dan Nuh terdapat 10 kurun yang kesemuanya berada di atas syari`at yang hak, kemudian mereka berselisih syari`ah. Maka oleh karena itu, Alloh mengutus para Nabi sebagai pembawa berita gembira dan pembawa berita ancaman”.
Akan tetapi setelah itu terjadilah perubahan besar jiwa dan asas yang mengikat masyarakat, dari ikatan Islam dan tauhid berpaling ke arah ikatan Jahiliyyah dan syirik. Hal tersebut dimulai dari masa masyarakat nabi Nuh `As. Alloh swt menceritakan hal ini dalam firmanNya :
Nuh berkata:"Ya Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, Dan melakukan tipu-daya yang amat besar". Dan mereka berkata:"Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr", Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. Nuh berkata:"Ya Rabbku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir. Ya Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". (QS. Nuh (71): 21-28)
Ibnu `Abbas rda berkata ketika mentafsirkan ayat di atas :
أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنْ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمْ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
“Semua ini adalah nama para tokoh yang sholih di kalangan kaum Nabi Nuh `as. Tatkala mereka telah mati, syaithon memberikan wahyu kepada kaum mereka ‘hendaklah kalian mendirikan patung–patung sebagai monument di tempat–tempat perkumpulan kalian dan namailah dengan nama-nama mereka, lalu merekapun melakukannya. Akan tetapi pada saat itu belum disembah, sampai di saat mereka mati dan ilmu (agama pun) dilupakan, saat itulah patung-patung tersebut disembah”.
Peristiwa ini tidak terlepas dari proses permusuhan makhluk terla`nat, yaitu Iblis yang dengan kesombongan dan keangkuhannya hendak mewujudkan kerajaan besar pada dirinya yang hendak mencabut dan menghancurkan akar ikatan manusia dengan keraajaan Alloh swt.
Alloh swt menceritakan Iblis dalam firmanNya :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat:"Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman:"Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu". Menjawab iblis:"Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman:"Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". Iblis menjawab:"Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman:"Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh". Iblis menjawab:"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at). Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semua". (QS. Al A'raaf (7):11-18)
Bahkan Rosululloh saw menceritakan secara gamblang seluruh usaha Iblis dalam memalingkan manusia dari kerajaan Alloh swt.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ قَالَ الْأَعْمَشُ أُرَاهُ قَالَ فَيَلْتَزِمُهُ. ( رواه مسلم، 2813 في صفة إبليس وجنوده، باب تحريق الشيطان).
Dari Jabir –rda- berkata, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya syetan meletakkan 'arsy (kerajaan) nya di atas air, kemudian mengutus …. Salah seorang dari mereka melapor telah menurunkan fitnah yang besar dengan melakukan hal seperti ini dan seperti ini, kemudian sang raja syetan berkata, 'Tidak ada sesuatu pun yang telah engkau kerjakan. Berkata salah seorang jin, 'Saya telah mendatangi seorang suami dan saya tidak meninggalkannya sampai saya telah memisahkan dia dengan istrinya…
Dari Jabir rda berkata :
عَنْ سَبْرَةَ بْنِ أَبِي فَاكِهٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الشَّيْطَانَ قَعَدَ لِابْنِ آدَمَ بِأَطْرُقِهِ فَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ تُسْلِمُ وَتَذَرُ دِينَكَ وَدِينَ آبَائِكَ وَآبَاءِ أَبِيكَ فَعَصَاهُ فَأَسْلَمَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْهِجْرَةِ فَقَالَ تُهَاجِرُ وَتَدَعُ أَرْضَكَ وَسَمَاءَكَ وَإِنَّمَا مَثَلُ الْمُهَاجِرِ كَمَثَلِ الْفَرَسِ فِي الطِّوَلِ فَعَصَاهُ فَهَاجَرَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْجِهَادِ فَقَالَ تُجَاهِدُ فَهُوَ جَهْدُ النَّفْسِ وَالْمَالِ فَتُقَاتِلُ فَتُقْتَلُ فَتُنْكَحُ الْمَرْأَةُ وَيُقْسَمُ الْمَالُ فَعَصَاهُ فَجَاهَدَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ قُتِلَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَإِنْ غَرِقَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ وَقَصَتْهُ دَابَّتُهُ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
Untuk itulah, dengan rahman dan rahim Alloh, Dia mengutus para rasul (utusan)nya untuk membawa misi Islam dan tauhid tersebut kepada setiap ummah (masyarakat). Tidak ada satu ummahpun yang luput dari pengiriman para rasul dengan misi mulianya tersebut.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An Nahl (16): 36)
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَآءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ وَهُمْ لاَيُظْلَمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (QS. Yunus (10): 47)
كَذَلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهَآ أُمَمٌ لِّتَتْلُوا عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَانِ قُلْ هُوَ رَبِّي لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابِ
Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (al-Qur'an) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir terhadap Rabb Yang Maha Pemurah.Katakanlah:"Dialah Rabbku tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat". (QS. Ar Ra'ad (13): 30)
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa masyarakat di dunia ini menurut pandangan Kitabulloh hanya memiliki dua ikatan, yaitu masyarakat yang diikat oleh ajaran, system, hukum, tata nilai dan budaya dari para rasul, yaitu Islam dan tauhid atau masyarakat yang diikat oleh ajaran, system, hukum, tata nilai dan budaya yang bukan dari para rasul, yaitu jahiliyyah dan syirik. Bahkan Alloh swt menyebutkan bahwa semua ikatan selain yang berasal dari para rasul itu sebagai ikatan syaithon.
أَلَمْ تَرَإلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. An Nisa' (4): 60)
Inilah asas yang dijadikan landasan oleh para fuqoha ketika membagi suatu teritorial dari suatu wujud masyarakat menjadi dua teritorial yaitu Darul Islam dan Darul Kufur.
Ma`na dar lebih menunjukkan pada adanya batas teritorial keberadaan suatu masyarakat. Apakah dar tersebut Islami atau jahili sangat tergantung pada apakah dar tersebut didaulati atau dikuasai oleh masyarakat Islami atau oleh masyarakat jahili.
Untuk itu para fuqoha menyebutkan unsur-unsur pembeda dari kedua dar tersebut :
1. Darul Islam yaitu teritorial yang dikuasai oleh masyarakat Islam, ciri utamanya adalah :
a. Pemimpinnya adalah salah seorang kaum mu`minin
b. Dien Islam tamkin (menjadi kedaulatan hukum).
c. rasa aman bagi kaum mu`minin.
2. Darul Kufur yaitu teritorial yang dikuasai oleh masyarakat jahili, ciri utamanya adalah :
a. Pemimpinnya bukan salah seorang kaum mu`minin
b. Dien Islam tidak tamkin
c. Hilangnya rasa aman kaum mu`minin
Ibnu `Abidin berkata :
اَلْمُرَادُ بِالدَّارِ اَلإِقْلِيْمُ الْمُخْتَصُّ بِقَهْرِ مُلْكِ إِسْلاَمٍ أَوْ كُفْرٍ
“Yang dimaksud dengan dar adalah teritorial tertentu dengan kedaulatan kerajaan Islam atau kufur”.
As Sarkhosi berkata :
إِنَّ الدَّارَ إِنَّمَا تُنْسَبُ إِلَيْنَا أَوْ إِلَيْهِمْ بِاعْتِبَارِِ الْقُوَّةِ وَالْغَلَبَةِ
“Dar dihubungkan untuk kita (Islami) atau untuk mereka (kufri) adalah tergantung pada kekuasaan dan kedaulatannya”.
Al Kasani berkata :
فَإِذَا ظَهَرَتْ أَحْكَامُ الْكُفْرِ فَي دَارٍ فَقَدْ صَارَتْ دَارَ كُفْرٍ
“Jika hukum kufur berdaulat di suatu teritorial, maka jadilah teritorial tersebut darul kufur.”
Abu Ya`la Al Farro Al Hambali berkata :
هِيَ كُلُّ دَارٍ كَانَتِ الْغَلَبَةُ فِيْهَا لأَحْكَامِ الإِسْلاَمِ دُوْنَ أَحْكَامِ الْكُفْرِ
“Darul Islam adalah setiap teritorial dimana di dalamnya kedaulatan berada pada hukum-hukum Islam, bukan hukum-hukum kufur”.
إندونيسيا: دولة إسلامية أو دولة غير إسلامية؟
السؤال الأول من الفتوى رقم (2635)
س: ما الشروط الواجب توفرها في بلد تكون دار حرب أو دار كفر؟
ج: كل بلاد أو ديار يقيم حكامها وذوو السلطان فيها حدود الله ويحكمون رعيتها بشريعة الإسلام، وتستطيع فيها الرعية أن تقوم بما أو جببته الشريعة الإسلامية عليها، فهي دار إسلام، فعلي المسلمين فيها أن يطيعوا حكامها في المعروف، وأن ينصحوا لهم، وأن يكونوا عونا لهم على إقامة شؤون الدولة، ودعمها بها أوتوا من قوة علمية وعملية، ولهم أن يعيشوا فيها، و ألايتحولوا عنها إلا إلى ولاية إسلامية، تكون حالتهم فيها أحسن وأفضل، وذلك كالمدينة بعد هجرة النبي –صم- إليها، وإقامة الدولة الإسلامية فيها، وكمكة بعد الفتح. فإنها صارت بالفتح وتولي المسلمين أمرها دار إسلام بعد أن كانت دار حرب تجب الهجرة منها على من فيها من المسلمين القادرين عليها.
وكل بلاد أو ديار لا يقيم حكامها وذوو السلطان فيها حدود الله ولا يحكون في الرعية بحكم الإسلام، ولا يقوي المسلم فيها على القيام بما وجب عليه من شعائر الإسلام"؛ فهي دار كفر، وذلك مثل مكة المكرمة قبل الفتح؛ فإنها كانت دار كفر، وكذا البلاد التي ينتسب أهلها إلى الإسلام، ويحكم ذوو السلطان فيها يغير ما أنزل الله، ولا يقوي المسلمون فيها على إقام شعائر دينهم، فيجب عليهم شرعا، ومن عجز عن الهجرة منها من الرجال والنساء و الولدان فهو معذور، و على المسلمين في الديار الأخرى أن ينقذوه من ديار الكفر إلى بلاد الإسلام. قال الله تعالى: إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي اْلأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلاَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيرًا {97} إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيلاً {98} فَأُوْلاَئِكَ عَسَى اللهُ أَن يَعْفُوَعَنْهُمْ وَكَانَ اللهُ عَفُوًّا غَفُورًا{99}. ( النساء: 97-99).
وقال تعالى: وَمَالَكُمْ لاَتُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآأَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيًرا {75}. ( النساء: 75) أما من قوي من أهلها على إقامة شعائر دينه فيها، وتكمن من إقامة الحجة على الحكام و ذوي السلطان، و أن يصلح من أمرهم ويعدل من سيرتهم، فيشرع له البقاء بين أظهرهم؛ لما يرجي من إقامته بينهم من البلاغ والاصلاح مع سلامته من الفتن.
و بالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو عضو نائب رئيس اللجنة الرئيس
عبد الله بن قعود عبد الله بن غديان عبد الرزاق عفيفي عبد العزيز بن عبد الله بن باز
(فتاوي اللجنة الدائمة اللبحوث العلمية والإفتاء جمع وترتيب: الشيخ أحمد بن عبد الرزاق الدويش: 12/52-53)
"و كل دولة لا تحكم بشرع الله ولا تنقاد لحكم الله فهي دولة جاهلية كافرة طالمة فاسقة بنص هذه الآيات المحكمات، يجب على أهل الإسلام بغضها و معاداتها في الله وتحرم عليهم مودتها و موالاتها حتى تؤمن بالله وحدة وتحكم شريعته."
( مجموع فتاوى و مقالات الشيخ عبد العزيز ين عبد الله بن باز (نقد الومية العربية):1/309.)
( وقفات تربوية في ضوء القرآن الكريم لعبد العزيز بن ناصر الجليل: 3/151.)
"و بلد الشرك هو الذي تقام فيها شعائر الكفر و لا تقام فيه شعائر الإسلام كالأذان والصلاة جماعة و الأعياد و الجمعة على وجه عام شامل. وإنما قلنا على وجه عام شامل ليخرج ما تقام فيه هذه الشعائر على وجه محصور كبلاد الكفار التي فيها أقليات مسملة فإنها لا تكون بلاد إسلام بما تقيمه الأقليات المسلمة فيها من شعائر الإسلام. أما بلاد الإسلام فهي البلاد التي تقام فيها هذه الشعائر على وجه عام شامل"
( شرح ثلاثة الأصول للشيخ محمد بن صالح العثيمين بإعداد فهد بن ناصر إبراهيم السليمان: 129-130)
المطلب الحادي عشر
الغلو فيما يتعلق بالحكم على دار
.....
.....
ويقول ابن القيم: " دار الإسلام: هي التي نزلها المسلمون، وجرت عليها أحكام الإسلام، و ما لم يجر عليه أحكام الإسلام لم يكن دار إسلام وإن لا صقها."
ويقول السرخسي: (( المعتبر في حكم الدار هو السلطان والمنعة في ظهور الحكم))، وعلل ابن حزم هذا بقوله: (( لأن الدار إنما تنسب للغالب عليها والحاكم فيها والمالك لها )).
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka Jakarta Cet ke-2 1989 : 564)
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka Jakarta Cet ke-2 1989 : 131)
Al Mufrodat fi Ghoribil Qur`an. Ar Roghib Al Isfahani, Dar Al Ma`rifah – Beirut, Cet ke-3 tahun 1422 H : 33
Jami` Al Bayan, Ibnu Jarir Ath Thobari : 1/194 serta diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrok : 2 / 546, dia berkata : Shohih menurut syarat Al Bukhori dan keduanya tidak mentakhrijnya serta disepakati oleh Adz Dzahabi dan dishohihkan oleh Ibnu Al Qoyyim dalam Ighotsatul Lahfan : 2 / 620)
Hr. Al Bukhori dalam Shohihnya, Kitab At Tafsir Bab (4920
Hasyiyah Ibnu `Abidin : 4/166
Al Mabsuth : 10/114
Badai`u Ash Shonai`I : 9/4375
Saudara/i ku..
Al I`rod dalam gambaran bahasa Arab adalah berpalingnya wajah dari sesuatu..
Karena diambil dari kata Al `Arid yaitu bagian sisi dari pipi kita.. Lihatlah orang yang membenci sesuatu, pasti memalingkan wajahnya dari sesuatu yang dibencinya itu..
Alloh swt menggambarkan Orang-orang yang mu`rid dari ayat-ayat Alloh dengan 3 sifat dasar:
Pertama :
Berpaling dari adz Dzikr (yaitu wahyu, baik Al Qur`an maupun As Sunnah), tidak meliriknya bahkan tidak membutuhkannya. Berpaling darinya dengan sikap orang yang tak membutuhkannya.. (Mereka lebih butuh kepada filsafat penyembah berhala… lebih butuh kepada mimpi-mimpi dukun durjana.. lebih butuh buku-buku ramalan… dll)
Kedua :
Takdzib (mendustakannya). Sikap berpaling yang paling berat adalah takdzib, sikap yang lebih optimal dari sebuah sikap berpaling…Karena orang yang berpaling bisa jadi karena lalai tanpa takdzib, tanpa menentang atau mengolok-olok..
Ketiga :
Istihza (mengolok-olok) dan sukhriyyah (mengejek). Sikap mendustai yang paling berat adalah sikap istihza, sikap yang lebih optimal dari sebuah sikap mendustakan.. Karena orang yang mendustakan sesuatu terkadang tidak disertai sikap mengolok-olok.. Jadi ketika sikap orang yang mendustakan sesuatu sampai pada batas mengolok-olok, maka inilah puncak keburukan pendustaan..
Ketiga sifat itu digambarkan oleh Alloh Swt dalam firmanNya :
Dan tak ada satu ayatpun dari ayat ayat Rabb sampai pada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya(mendustakannya). Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak (al-Qur'an) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka(kenyataan dari) berita berita yang selalu mereka perolok olokkan. (QS. 6:4-5)
Alloh Swt mengancam dengan keras siapa saja yang i`rod (berpaling) dari ayat-ayat Alloh..
Demikianlah Kami kisahkan kepadamu(Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan(al-Qur'an). Barangsiapa yang berpaling daripada al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat, (QS. 20:99-101)
Marilah kita ingatkan beberapa akibat buruk yang diderita oleh kaum yang berpaling dari ayat-ayat Alloh :
1. Alloh Swt menjadikan sedikit berdzikir sebagai bagian dari sifat kaum munafiqin.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali. (QS. 4:142)
Alloh Swt menyebutkan bahwa tidak berdzikir (mengingat Alloh dan mengingat ayat-ayatNya) merupakan bagian dari sifat kaum kafir..
Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. (QS. 37:13)
2. Tidak ada orang yang lebih dzolim dibandingkan orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh.
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang dikerjakan oleh kedua tangannya Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipunkamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (QS. 18:57)
3. Alloh Swt mengancam orang-orang yang berpaling dari ayat-ayatNya dengan siksaan yang amat pedih.
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa. (QS. 32:22)
4. Alloh Swt mengancam kehancuran dan wail (kesengsaraan di kerak Jahannam) bagi orang yang keras hatinya tidak ingat dengan wahyu Alloh.
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah.Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. 39:22)
5. Orang yang lupa terhadap ayat-ayat Alloh merupakan hizbus (tentara) syaithon.
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan.Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi. (QS. 58:19)
6. Orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh akan dibutakan matanya pada hari kiamat dan diberikan kehidupan yang sempit selama di dunia.
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia:"Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang melihat" Allah berfirman:"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu(pula) pada hari inipun kamu dilupakan". Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. 20:124-127)
7. Orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh akan mendapatkan kerugian total.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah hrata-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. 63:9)
8. Orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh, akan menjadi pendamping setia syaithan jin dan manusia.
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. 43:36-37)
Semoga Alloh swt menjadikan kita untuk selalu berdzikir dengan ayat-ayat Alloh… Mempelajari Al Qur`an dan As Sunnah, memahaminya, menghayatinya, meyakininya, mengamalkannya, meneguhkannya, mendakwahkannya dan berjuang menegakkannya… Amiiinn.
BERPALING DARI AYATUR RAHMAN BENCANA AKAN MENGHADANG
Diposting oleh AAS | 19.26 | Renungan | 0 komentar »Saudara/i ku..
Al I`rod dalam gambaran bahasa Arab adalah berpalingnya wajah dari sesuatu..
Karena diambil dari kata Al `Arid yaitu bagian sisi dari pipi kita.. Lihatlah orang yang membenci sesuatu, pasti memalingkan wajahnya dari sesuatu yang dibencinya itu..
Alloh swt menggambarkan Orang-orang yang mu`rid dari ayat-ayat Alloh dengan 3 sifat dasar:
Pertama :
Berpaling dari adz Dzikr (yaitu wahyu, baik Al Qur`an maupun As Sunnah), tidak meliriknya bahkan tidak membutuhkannya. Berpaling darinya dengan sikap orang yang tak membutuhkannya.. (Mereka lebih butuh kepada filsafat penyembah berhala… lebih butuh kepada mimpi-mimpi dukun durjana.. lebih butuh buku-buku ramalan… dll)
Kedua :
Takdzib (mendustakannya). Sikap berpaling yang paling berat adalah takdzib, sikap yang lebih optimal dari sebuah sikap berpaling…Karena orang yang berpaling bisa jadi karena lalai tanpa takdzib, tanpa menentang atau mengolok-olok..
Ketiga :
Istihza (mengolok-olok) dan sukhriyyah (mengejek). Sikap mendustai yang paling berat adalah sikap istihza, sikap yang lebih optimal dari sebuah sikap mendustakan.. Karena orang yang mendustakan sesuatu terkadang tidak disertai sikap mengolok-olok.. Jadi ketika sikap orang yang mendustakan sesuatu sampai pada batas mengolok-olok, maka inilah puncak keburukan pendustaan..
Ketiga sifat itu digambarkan oleh Alloh Swt dalam firmanNya :
Dan tak ada satu ayatpun dari ayat ayat Rabb sampai pada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya(mendustakannya). Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak (al-Qur'an) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka(kenyataan dari) berita berita yang selalu mereka perolok olokkan. (QS. 6:4-5)
Alloh Swt mengancam dengan keras siapa saja yang i`rod (berpaling) dari ayat-ayat Alloh..
Demikianlah Kami kisahkan kepadamu(Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan(al-Qur'an). Barangsiapa yang berpaling daripada al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat, (QS. 20:99-101)
Marilah kita ingatkan beberapa akibat buruk yang diderita oleh kaum yang berpaling dari ayat-ayat Alloh :
1. Alloh Swt menjadikan sedikit berdzikir sebagai bagian dari sifat kaum munafiqin.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali. (QS. 4:142)
Alloh Swt menyebutkan bahwa tidak berdzikir (mengingat Alloh dan mengingat ayat-ayatNya) merupakan bagian dari sifat kaum kafir..
Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. (QS. 37:13)
2. Tidak ada orang yang lebih dzolim dibandingkan orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh.
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang dikerjakan oleh kedua tangannya Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipunkamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (QS. 18:57)
3. Alloh Swt mengancam orang-orang yang berpaling dari ayat-ayatNya dengan siksaan yang amat pedih.
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa. (QS. 32:22)
4. Alloh Swt mengancam kehancuran dan wail (kesengsaraan di kerak Jahannam) bagi orang yang keras hatinya tidak ingat dengan wahyu Alloh.
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah.Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. 39:22)
5. Orang yang lupa terhadap ayat-ayat Alloh merupakan hizbus (tentara) syaithon.
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan.Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi. (QS. 58:19)
6. Orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh akan dibutakan matanya pada hari kiamat dan diberikan kehidupan yang sempit selama di dunia.
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia:"Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang melihat" Allah berfirman:"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu(pula) pada hari inipun kamu dilupakan". Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. 20:124-127)
7. Orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh akan mendapatkan kerugian total.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah hrata-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. 63:9)
8. Orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh, akan menjadi pendamping setia syaithan jin dan manusia.
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. 43:36-37)
Semoga Alloh swt menjadikan kita untuk selalu berdzikir dengan ayat-ayat Alloh… Mempelajari Al Qur`an dan As Sunnah, memahaminya, menghayatinya, meyakininya, mengamalkannya, meneguhkannya, mendakwahkannya dan berjuang menegakkannya… Amiiinn.
Hukum jihad telah datang secara bertahap menurut hikmah Allah dan kehendak-Nya. Kita tidak tahu secara pasti apakah hikmah penahapan itu. Tetapi yang jelas menurut pandangan manusia dan istinbath para ulama, kita dapati hubungan yang erat antara penahapan dengan perbedaaan kondisi yang ada antara satu tahap dengan lainnya.
Tahap Pertama :
Pada tahap ini yang pada umumnya adalah marhalah Makkiyah, Rasulullah melarang para shahabatnya untuk berjihad. Dengan kata lain, jihad diharamkan :
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka :Tahanlah tangan kalian (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat! Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari takutnya. Mereka berkata : Ya Rabb kami mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami. Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa wqktu lagi. Katakanlah : Kesenangan di dunia hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa dan kalian tidak akan dianiaya sedikitpun” (Qs. An-Nisaa’ [4]:77)
“Dan tidak Kami menciptakan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya, melainkan dengan benar-benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik” (Qs. Al-Hijr [15]:85)
Ketika para shahabat berkata :
“Sewaktu kami masih musyrikin kami dalam berada kejayaan. Dan ketika kami telah beriman, kami malah menjadi hina dan rendah”
Maka Rasulullah bersabda :
“Aku diperintahkan untuk berdamai, janglah kalian memerangi” (HR. An-Nasa’i, Al-Baihaqi dan Al-Hakim dalam Mustadarak atas syarat Al-Bukhari serta disetujui oleh Adz-Dzahabi)
Dalam sebuah hadits shahih pada Al-Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa Ahlul Yatsrib (setelah masuk Islam) meminta izin kepada Rasulullah untuk menyerang kaum musyrikin yang ada di Mina’ (waktu haji), maka Rasulullah bersabda :
“Aku tidak diperintahkan berbuat demikain”
……………
“Katakanlah kepada orang-ornag yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang ynag tiada takut akan hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al-Jaatsiyah [45]:14)
……………
“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Rabbmu; tidak ada Ilah selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”(Qs. Al-Ana’am [6]:106)
Tahap Kedua :
Pada tahap ini jihad tidak dilarang dan tidak diperintahkan, tetapi hanya diizinkan.
“Sesungguhnya Allah memberla orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat; telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena seseungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka telah berkata : Rabb kami hanyalah Allah. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Perkasa”. (Qs. Al-Hajj [22]:38-40)
Untuk menyimak perkataan-perkataan salaf tentang ayat ini, bisa disimak pada tafsir Ibnu Katsir
Tahap Ketiga :
Pada tahap ini jihad diwajibkan hanya untuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin saja.
“Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu ,lalu pastilahlah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka. Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka, merekalah orang-orang yang kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh mereka)
(Qs. An-Nisaa’ [4]:90-91)
Tahap Keempat :
Di tahap ini jihad telah mewajibkan untuk memerangi semua orang-orang kafir secara umum sampai mereka beriman atau membayar jizyah secara terhina. Marhalah ini dimulai empat bulan setelah haji tahun kesembilan hijriyah.
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs. At-Taubah [9]:5)
…………….
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (Qs. At-Taubah [9]:29)
Untuk menyimak fakta-fakta salafush shalih tentang pembagian penahapan ini bisa dilihat dalam buku Ahamiyyah Al-Jihad yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Al-‘Ulyani hal. 144-147. Di sini cukup kita hanya menukil perkataan Ibnu Taimiyyah dalam buku Al-Jawab Ash-Shahih Liman Baddla Din Al-Masih jilid 1 hal. 74 :
”Pada mulanya Rasulullah saw diperintahkan untuk menjihadi orang-orang kafir dengan lisannya dan bukan dengan tangannya. Mendakwahkan, menasehati, dan ber-jidal dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya serta menjihadi mereka dengan Al-Qur’an, jihadan kabira. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan (Makiyyah).
“Janganlah sekali-kali engkau taati orang-orang kafir itu dan jihadilah mereka dengan jihad yang besar (jihadan kabira)”. Ketika itu Beliau saw diperintahkan untuk tidak memerangi mereka, dikarenakan ketidaksanggupan dan ketidaksanggupan kaum muslimin untuk mengerjakan yang demikian. Kemudian, setelah beliau hijrah ke Madinah dan mempunyai pengikut-pengikut, diizinkanlah beliau untuk berjihad. Ketika kaum muslimin telah menjadi kuat, mereka diperintakan memerangi orang-orang kafir yang memusuhi mereka dan tidak diperintahkan orang-orang yang tidak memusuhi mereka, karena kaum muslimin waktu itu tidak sanggup untuk memerangi seluruh orang-orang kafir. Ketika kota Mekkah telah dibebaskan dan peperangan dengan Quraisy serta raja-raja Arab sudah berhenti dan utusan-utusan Arab sudah masuk Islam, maka Allah pun memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi semua orang-orang kafir, kecuali yang mempunyai perjanjian sementara. Sedangkan perjanjian yang tidak terbatas semuanya dibatalkan”.
Para ulama Islam dari masa salafush shalih sampai khalaf telah bersepakat bahwa setiap hukum dari keempat macam hukum jihad tadi harus diterapkan pada kondisi yang pantas. Bukan harus menerapkan hukum di masa lemah atau menerapkan hukum pertama di masa kekuatan dan kejayaan serta bukan juga yang satu telah membatalkan yang lain secara mutlak.
Persoalannya memang bukan sekedar nama yang disebut atau diukir, tetapi persoalannya adalah dalam konteks apa nama kita itu disebut dan diukir dalam sejarah? Dengan kebaikan dan kemuliaan atau keburukan dan kehinaan ? Bukankah ada Iblis yang namanya terukir di Lauhul Mahfudz, akan tetapi dalam kerangka la’natullah ? Bukankah Fir’aun yang gelar kebesarannya terukir dalam Kalamullah akan tetapi dalam kerangka tagha dan kafaro ? Padahal di sisi berseberangan terdapat beberapa tokoh yang namanya tidak disebut secara langsung oleh Allah, akan tetapi sejarah hidup mereka terukir dalam tinta emas Al-Quran yang mulia. Ada Ahlul Ilmi yang mengukir sejarah di zaman Sulaiman as, ada Rojulun Yas’a yang menoreh kepahlawanan di kisah Yasin, ada Ashhabul Kahfi yang istiqomah ratusan tahun dalam tauhid dan ada pula Ashhabul Ukhdud yang meregang nyawa karena kebesaran jiwa dalam iman di zaman Bani Israel.
Intinya, mereka telah mengukir sejarah kepahlawanan dan perubahan di alam fana ini, walaupun masing-masing berada pada posisi kontradiktif dengan yang lainnya. Kemasyhuran, kemuliaan dan kehormatan telah menjadi ajang perlombaan mereka yang berjiwa besar dengan segala tantangan dan rintangannya.
Ada satu kata kunci yang dapat terlihat dalam perlombaan meraih kemasyhuran, kemuliaan dan kehormatan, yaitu “Merubah sejarah dan menjadi pahlawan di masanya”.
Saudaraku !
Perubahan dan kepahlawanan adalah 2 fenomena yang tidak dapat berpisah, selalu bersatu dalam satu kata dan fakta. Tidak ada satu perubahan pun yang terjadi tidak ada pahlwan di balik peristiwa tersebut. Di mana ada perubahan di situ ada pahlawan. Di saat muncul pahlawan, sinar perubahan tampak berbinar. Pahlawan di mulai dari perubahan dan akan melahirkan perubahan. Hanya orang yang bersedia menjadi pahlawan, yang dapat berjiwa besar dan orang yang berjiwa besarlah yang akan menjadi pahlawan perubahan. Di mulai dari perubahan, lalu menjadi pahlawan, hingga terjadi perubahan dan tergapailah kemasyhuran, kemuliaan dan kehormatan. Inilah rahasia firman Allah SWT dalam membangkitkan semangat kepahlawanan :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka” (Qs. 13:11)
Akan tetapi, saudaraku ! Untuk merubah diri menjadi pahlawan, kita membutuhkan seperangkat bekal yang harus kita miliki. Apa saja bekal itu ? Kita dapat menyimak rahasia-rahasia Al-Quran ketika mengungkapkan kisah kepahlawanan. Dalam Al-Quran yang menceritakan kisah-kisah kepahlawanan, setidaknya dapat diambil 3 karakteristik utama yang harus dimiliki seorang pahlawan, yaitu :
v Ilmu dan Keikhlasan
Tahukah kita, apa yang menyebabkan terjadinya perubahan besar di awal penciptaan manusia pertama ? Malaikat yang tak pernah lelah bertaqdis kepada Allah SWT itu pun harus patuh menundukkan diri dengan bersujud kepada Adam ? Walaupun secara kasat mata – seperti yang dilansir Iblis – Adam hanylah sosok makhluk yang diciptakan dari tanah yang tidak lebih mulia dibandingkan dirinya yang tercipta dari api ? 2 makhluk-Nya telah mengukir sejarah mulia, yaitu Adam dan Malaikat, sedangkan satu makhluk-Nya, yaitu Iblis telah mengukir sejarah hina, bahkan la’nat hingga hari kiamat. Ada 2 rahasia yang membuat mulia kedua pahlawan perubahan besar dalam sejarah hidup dan kehidupan sepanjang zaman itu.
Adam yang dimuliakan dengan ilmu
Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitab “Al-Fawid” (Hal. 162) memberikan ulasan
“ Allah SWT berkehendak menampakkan kemuliaan dan keutamaan Adam terhadap seluruh makhluk-Nya. Lalu, Allah pun menciptakan makhluk-makhluk itu lebih dahulu daripada Adam. Karena itu, Malaikat berkata : “Sesungguhnya Rabb kita menciptakan apa saja yang dikehendaki-Nya. Dia tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih mulia daripada kami”. Maka, ketika Allah menciptakan Adam dan memerintahkan untuk sujud kepadanya, mulailah jelas keutamaan dan kemuliaan Adam dibandingkan mereka disebabkan ilmu pengetahuan
“Ingatlah ketika Rabb berfirman kepada pada para Malaikat : ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi’. Mereka berkata : ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau’. Rabb berfirman : ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui’. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para Malaikat lalu berfirman : ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kalian orang yang benar!’. Mereka menjawab : ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman : ‘Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini’. Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman : ‘Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan akan mengetahui apa yang kalian lahirkan dan apa yang kalian sembunyikan’. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘Sujudlah kalian kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang kafir. (Qs. 2:30-34)
Malaikat yang berkhidmat penuh keikhlasan
Dr. Abdul Karim Zaidan dalam kitab “Al Mustafad Min Qashash Al Quran Ad Da’wah wa Ad Du’at” (1/27) menyimpulkan :
“Allah SWT memerintahkan Malaikat untuk sujud kepada Adam, lalu mereka sujud sebagai wujud penghormatan, pemuliaan, dan pengakuan terhadap kelebihan yang dimilikinya serta dalam rangka taat kepada Allah, Rabbul ‘alamin tanpa ragu dan kaku. Padahal, di Malaul A’ala mereka selalu dalam keadaan bertasbih, takdis dan peribadatan kepada Allah Rabbul ‘alamin yang berkesinambungan. Kesegeraan para Malaikat sujud kepada Adam, padahal kondisi mereka seperti yang telah kita gambarkan, dikarenakan perintah sujud kepada Adam itu muncul dari Allah, Rabbul ‘alamin. Apa saja yang diperintahkan Allah wajib untuk segera ditunaikan saat itu juga tanpa ragu dan kaku serta tanpa menunggu ilmu pengetahuannya menggapai hikmah perintah tersebut. Inilah inti keislaman dan inilah sikap seorang muslim : Bersegera mentaati Rabbnya dan menjunjung tinggi perintah-Nya tanpa ragu dan kaku serta tidak dikaitkan dengan pertimbangan lain seperti mengetahui sebabnya, hikmahnya atau disesuaikan dengan akal atau hawa nafsunya. Dalam konteks inilah Al-Quran berbicara yang didalamnya Allah berfirman :
”Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. 33:36)
Tahukah kita, siapakah yang berhasil membuat sejarah baru dalam mengalahkan ‘Ifrit memindahkan singgasana ratu Balqis dalam waktu di luar kenormalan ? Para ulama telah berbeda pendapat tentang namanya, walaupun sebagian besar mengarah kepada Ashif bin Barkhiya. Akan tetapi, ada satu sifat yang diberikan Allah kepada sosok pahlawan di zaman Sulaiman as ini, yaitu
” Berkata Sulaiman : “Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara sekalian yang sanggup membawa singgasanya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”. Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin : “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-bernr kuat membawanya lagi dapat dipercaya”. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: ”Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia. ” (Qs. 27:38-40).
Dr. Abdul Karim Zaidan kembali mengulas peristiwa tersebut dalam kitab yang sama (1/444) :
“Al-Quran tidak menyebutkan siapa nama seorang yang mempunyai ilmu Al-Kitab itu, kitab apa atau ilmu apa yang diberikan kepadanya. Atas dasar itu, sangat mungkin kita katakan : dialah jin ataupun manusia yang diberikan ilmu oleh Allah yang membuatnya dapat memindahkan singgasana itu dengan izin Allah Ta’ala dan dengan cara yang diluar kenormalan…”
Ada apa dengan ilmu dengan konteks kepahlawanan atau perubahan ?
Ibnu Qayyim dalam kitab “Tahdzib Madarij as Salikin” (2/769) memberikan uraian :
“Ilmu adalah rambu-rambu hidayah, sedangkan sikap benar (termasuk sikap kepahlawanan, pen) adalah yang mendapat petunjuk darinya. Ilmu adalah peninggalan dan warisan para nabi (yang merupakan sosok-sosok pahlawan tanpa tanding dalam sejarah, pen) dan pemiliknya adalah penerima dan pewarisnya. Ilmulah penghidup kalbu, cahaya, bashiroh, pengobat jiwa, taman-taman penghias akal, pelezat ruh, shahabat para insan saat mencekam dan petunjuk manusia saat bingung. Dialah mizan penyeimbang kata, karya dan sikap. Dialah hakim pemutus keraguan dan keyakinan, penyimpangan dan kelurusan, hidayah dan kesesatan.
Ilmu adalah imam sedangkan amal adalah ma’mum. Dia adalah komandan, sedangkan amal adalah pasukannya. Dialah teman di pengasingan, shahabat kita di saat sunyi, pelipur lara di saat duka, dan pembuka tirai syubhat. Kekayaan yang tidak akan fakir, jika diraih pembendaharannya serta pelindung yang tidak akan menghinakan orang yang bernaung dalam payungnya”
Saudaraku !
Memang ilmu adalah bekal dasar menjadi pahlawan dan membuat perubahan, akan tetapi semata-mata ilmu belum tentu akan menjadikannya pahlawan kemuliaan atau kebajikan. Akan tetapi ilmu yang membawa kepada keikhlasanlah yang membawa pada terciptanya pahlawan mulia dan perubahan bijak, yaitu keikhlasan untuk selalu mengesakan Allah dalam segala konteks pengabdian, termasuk konteks tujuan serta membuang jauh-jauh penyekutuan konteks-konteks tersebut dengan unsur selain Allah SWT, inilah hakekat Islam dan tauhid. Bahkan, inilah hakekat tujuan mencari ilmu yang sesungguhnya. Karena, kita bukan hanya ingin menjadi pahlawan yang suci di mata manusia atau pahlawan apa saja, tetapi kita ingin menjadi pahlawan yang diridhai Allah, Zat satu-satu-Nya dan penentu sejarah atau perubahan serta menjadi pahlawan kebajikan dan kemuliaan.
Karena itu, saat Allah SWT para Rasul yang merupakan tokoh-tokoh pahlawan mulia dan agung, Allah SWT menyebutkan mereka dengan 2 sifat utama kesuksesan mereka :
Dan ingatlah hamba-hamba Kami : Ibrahim, Ishaq dan Ya’kub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (Qs. 38:45)
Walaupun para ulama salaf seperti yang dinukil oleh Syeikh Abdul ‘Aziz bin Nashir Al Julail dalam kitab “Waqafat Tarbawiyyah fii Dhaui Al Qur’an Al Karim” (1/490-490) yang terlukiskan di bawah ini berbeda pendapat tentang kedua itu, akan tetapi hal tersebut hanya bersifat redaksionil yang intinya kembali kepada 3 hal : ilmu, keikhlasan dan amal.
Ibnu ‘Abbas ra berkata : adalah (yang mempunyai kekuatan dalam taat kepada Allah dan Ma’rifah tentang Allah)
Al Kulabi berkata : (yang mempunyai kekuatan dalam ibadah dan ilmu tentangnya)
Mujahid berkata : (Al Aydi artinya kekuatan dalam taat kepada Allah dan Al-Abshar adalah pengetahuan tentang kebenaran)
Sedangkan Sa’ied bin Jubair berkata : (Al Aydi adalah kekuatan dalam beramal dan Al Abshar adalah pengetahuan mereka tentang dien yang harus mereka miliki)
Ilmu yang melahirkan keikhlasan telah, sedang dan akan melahirkan para pahlawan dalam sejarah perubahan manusia dan kemanusiaan di dunia. Bahkan Allah SWT menjadi saksi bahwa ilmu yang melahirkan keikhlasanlah yang menjadi saksi perubahan sejarah kebenaran yang amat besar dan gemilang, itulah ilmu yang membawa persaksian tauhid dan kebenaran Dien Islam.
Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (Qs. 3:18-19)
v Mujahadah dan Istiqomah
Jika kita memperhatikan kamus berbahasa tentang arti mujahadah yang berasal dari kata Al Juhd dan Al Jahd, maka kita akan melihat adanya hubungan erat yang amat kuat antara kedua arti tersebut:
1. yang berarti (kemampuan dan kesanggupan)
2. yang berarti (beban berat, finish dan tujuan)
(Lihat Al Mu’jam Al Wasith : 1/142)
Jika kita dihadapkan pada suatu beban berat untuk mencapai satu tujuan yang disitulah finish kita yang sesungguhnya, tentu semua kemampuan dan kesanggupan akan kita kerahkan untuk menggapai dan mencapainya, walaupun di awalnya harus dimulai dengan satu kata “Pemaksaan”. Itulah hakekat mujahada dan inilah yang akan membawa orang pada istiqomah yang tidak lain merupakan buah dari mujahadah. Istiqomah itulah hakekat kepahlawanan yang terhormat, karena istiqomah berarti seperti yang diterangkan Ibnu Qayyim rahimahulloh adalah :
“Berdiri tegak di hadapan Allah atas dasar hakekat kejujuran dan penunaian” (Lihat : Tahzib Madarij As Salikin)
Seorang pejuang agung dan jujur, Rasulullah saw telah menjelmakan semua karaktersitik ini dalam peristiwa awal kenabian. Permulaan kenabian yang hari-harinya begitu berat. Bukan karena keengganan, tetapi memang Rasulullah saw yang tiba-tiba diangkat memikul amanah agung, yaitu kerasulan merasakan betapa berat dan tidak ringannya memikul amanah tersebut.
Di sela pengasingannya yang hening di Gua Hira, Malaikat Jibril datang memaksa Muhammad “Bacalah”. Tetapi Muhammad menjawab “Aku tidak bisa membaca”. Jibril kembali mengulang. Bahkan ia merangkul Muhammad hingga ia merasa sesak. “Bacalah” kata Jibril. Muhammad kembali menjawab “Aku tidak bisa membaca”.
Jibril kembali “memaksa” juga dengan merangkulnya hingga sesak, kemudian melepaskannya seraya berkata “Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang itdak diketahuinya”. (Qs. 96:1-5).
Rasulullah saw mengulang bacaan itu dengan hati bergetar. Begitulah, sebuah babakan penting kehidupan seorang Rasulullah. Bahkan kemudian menjadi episode sangat vital bagi keseluruhan kehidupan umat manusia. Bahwa “pemaksaan” yang merupakan inti mujahadah awal dari perubahan sangat spektakuler dari segala pentas kehidupan di atas dunia ini.
Babakan pemaksaan belum berhenti. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa beberapa sesudah itu, Rasulullah berjalan. Tiba-tiba mendengar sebuah dari langit. Ia mendongakkan pandangan ke arah langit. Ternyata di sana ada malaikat yang mendatanginya di Gua Hira sedang duduk di sebuah kursi, menggantung di antara langit dan bumi. Rasul menuturkan kisahnya “Aku mendekatinya hingga tiba-tiba aku terjerambab ke atas tanah. Kemudian aku menemui keluargaku dan kukatakan selimutilah aku, selimutilah aku”.
Ternyata justru Jibril membawa wahyu "Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan ! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” (Qs. 74:1-7)
Rasulullah berselimut itu dipaksa bangun lagi. Untuk menerima amanah baru : Mengagungkan Allah dan memberikan indzar kepada manusia. Bahkan, seperti yang digambarkan oleh Syeikh Shafiyurrahman Al Mubarokfury dalam kitab “Ar Rahiq Al Maktum” (73) bahwa itulah kalimat agung yang menggetarkan. Sebuah kalimat yang memaksa Rasulullah saw mencabut diri dari kelembutan kasur pembaringannya pada sebuah rumah yang sejuk dan asuhan yang menghangatkan untuk siap terjun ke kancah, di antara arus dan gelombang, antara yang keras dan yang menarik menurut perasaan manusia, terjun ke kancah kehidupan.
Maka, Rasulullah saw bangkit dan setelah itu selama dua puluh lima tahun tidak pernah istirahat dan diam, tidak untuk hidup diri sendiri dan keluarga beliau. Beliau bangkit dan senantiasa bangkit untuk berdakwah kepada Allah, memanggul beban berat yang diatas pundaknya, tidak mengeluh dalam melaksanakan tugas amanah yang besar di muka bumi ini, memikul beban kehidupan manusia, tanggung jawab aqidah, perjuangan dan jihad di berbagai medan. Beliau pernah hidup di medan peperangan secara terus menerus dan berkepanjangan selam dua puluh tahun. Urusan demi urusan tidak pernha lekang selama itu, semenjak beliau mendengar seraun yang agung dan mendapat kewajiban tersebut.
Itulah pula yang pernah tertulis dalam lembaran Ashabul Kahfi yang menggambarkan para pemuda mujahid yang tetap istiqomah dalam tauhid, walaupun kekuatan sang thaghut begitu dahsyat berusaha melenyapkan jiwa-jiwa kepahlawanan mereka. Jiwa-jiwa kepahlawanan itulah yang mengantarkan mereka bertemu dalam satu wadah perjuangan dengan bermujahadah dan istiqomah di jalan tauhid.
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka) Siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah. Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Rabbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu akan mendapat seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (Qs. 18:13-17)
v Iman dan Nashr
Sebuah iftitahiyyah yang ditujukan kepada para Mujahidin Afgan, para Ulama Mesir mengungkapkan satu nasehat yang berharga :
“Sesungguhnya jalan jihad (perjuangan yang berisi kepahlawanan) fi sabilillah adalah jalan panjang yang tidak akan mampu dipikul kecuali oleh rojul-rojul yang tangguh, yang mempunyai jiwa keimanan, jiwa besar dan semangat yang besar dan semangat yang membara. Sedangkan jiwa-jiwa yang rendah dan kalbu yang kosong iman akan selalu tak beranjak dari start jalannya, itulah yang diingatkan Allah swt :
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu, keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka (Qs. 9:42)
Kekokohan iman yang melahirkan nashrullah itulah yang akan memperoleh jiwa-jiwa pahlawan saat mereka masuk dalam kancah operasional nashrullah. Itulah janji Allah yang didengungkan untuk para pahlawan yang berjiaw besar, bukan yang hidup hanya untuk diri atau keluarganya semata
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (Qs. 47:7)
Imanlah yang mendorong seorang rojul kurus kering secara fisik, Habib An Najjar dalam kisah Yasin menjadi pahlawan besar dalam sejarah aktor penolong agama Allah dalam kancah pertempuran yang langsung melibatkan Rabbul ‘Alamin dalam kemurkaan yang amat dashyat. Saat sang pahlawan mati karena kedzaliman. Murka Allah yang membumi hanguskan seluruh umat yang didakwahkan sang pahlawan tersebut tanpa sisa. Sang pahlawan yang lemah secara fisik itupun tergores dalam tinta sejarah emas yang mengharumkan.
Itulah sekelumit komentar yang dikatakan oleh Dr Abdul Karim Zaidan dalam kitab yang sama (1/54 :
“Kami ceritakan firman Allah swt tentang seorang penduduk pedesaan yang beriman
“Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata : “Hai kaumku ikutilah utusan-utusanmu itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Ilah) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nyalah kamu (semua) akan dikembalikan ? Mengapa aku akan menyembah ilah-ilah selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku ? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Rabbmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku”
(Qs. 36:20-25)
Demikianlah iman yang sinar cahayanya menusuk jantung jiwa. Dia dapat mendorong pemiliknya melakukan konsekwensi imannya, dakwah kepada Allah dan jihad di jalan-Nya”
Rahasia apa yang ada dalam iman dan nashr pada jiwa pahlawan yang membara itu. Sayyid Quthb ketika merenungi ayat tentang kisah Syu’aib memberikan gambaran :
” Pemuka-pemuka dari kaum Syu’aib yang menyombongkan diri berkata : “Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami”. Berkata Syu’aib : “Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya”. Sungguh kami telah mengada-ngadakan kebohongan yang besar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami daripadanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Rabb kami menghendaki(nya). Pengetahuan Rabb kami mengetahui segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Rabb kami, berilah kami keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.”
(Qs. 7:88-89)
“Akan tetapi, Syu’aib setinggi ia angkat kepalanya dan selantang dia tinggikan suaranya di hadapan sang thaghut manusia di kalangan pemuka kaumnya. Serta serendah dia tundukkan dirinya dan setotal dia serahkan jiwanya menghadapi Rabbul Jalil yang ilmu-Nya mencakup segala sesuatu. Saat itulah dia sungguh-sungguh menghadap Rabbnya, tidak ada Tuhan lain yang ditinggikan dan tidak dia pastikan segala hal di hadapan qadar-Nya, dia relakan dirinya di bawah komando dan kendali Allah serta dia umumkan ketundukkan dan kepatuhannya, kecuali jika Allah, Rabb kami menghendaki(nya). Pengetahuan Rabb kami meliputi segala sesuatu.
Dia serahkan seluruh urusan mutlaq kepada Allah, Rabbnya..Dia memiliki hak membatalkan apa saja yang diandai-andaikan oleh sang thaghut untuk kembali kepada agama mereka serta dengan gagah mengumumkan kekokohan dirinya dan seluruh kaum mukminin untuk tidak kembali kepada agama mereka, sebuah pengumuman pengingkaran secara mutlaq di awal sikap perjuangan…Akan tetapi, dia tidak bisa memastikan sesuatu di hadapan masyi’ah Allah untuk diri dan kaumnya. Semua urusan itu diserahkan kepada masyi’ah-Nya. Dia dan orang-orang beriman yang bersamanya tidak mengetahui, sedangkan pengetahuan Rabbul ‘Alamin meliputi segala sesuatu. Hanya kepada ilmu dan masyi’ah Allah mereka berserah dan menyerah.”
Inilah rahasia agung kelahiran pahlawan-pahlawan tanpa tanding sepanjang sejarah kemanusiaan. Rahasia yang ditimbulkan oleh iman yang melebur dengan Nashr terhadap Allah. Dengan iman dan terjun ke kancah nashr yang menjadi konsekwensi iman itulah akan lahir pahlawan-pahlawan mulia sepanjang zaman hingga hari kiamat.
( AAS, 11/11/08 )
DI MASA KRISIS
Alloh Subhanahu wa Ta`ala berfirman :
Hai orang-orang yang beriman. Apabila kalian memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kalian.... (Qs. Al Anfal [8] : 45)
Krisis adalah angin kencang yang mengguncang ummat... saatnya mereka melakukan tsabat.
Rasa gentar yang menyelimuti jiwa-jiwa yang lemah menjadikannya seperti seonggok kayu di tengah gelombang samudera.. seperti sehelai daun di tengah terjangan badai angin tak terhingga.
Jiwa-jiwa yang lemah adalah lahan terjadinya pasang surut keimanan serta tempat yang memikat bagi godaan syaithon... Sedangkan keyakinan adalah bagian orang-orang yang beriman.
Wahai para da`i! Saat masa krisis datang menjelang, teriakkanlah dengan suara yang lantang “Wahai hamba-hamba Alloh! Bersikukuh Dirilah Kalian!”.
Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Alloh, supaya kalian beruntung. (Qs. Ali Imron [3] : 200)
Janganlah kalian bersikap lemah, dan jangan (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman. (Qs. Ali Imron [3] : 139)
Di sebuah goa... Di masa krisis hijrah... Berkumpullah tokoh-tokoh kotor bangsa Quraisy melakukan serangan kepada pemimpin ummah... Mengejarnya di gunung-gunung... di goa-goa.. dan di setiap jalan berbukit... Mengutus mata-mata... Menapaki berbagai jejak... sampai pada akhirnya mereka mulai berdiri di atas kepala beliau. Saat itu, Abu Bakar rodiyallohu `anhu memalingkan pandangannya kepada Rosululloh penuh kekhawatiran... Abu Bakar tidak sadar bahwa di dalam gelap gulita kedalaman goa terdapat sosok manusia yang lebih kokoh dari gunung yang di tempatinya.
Abu Bakar rodiyallohu `anhu berkata :
“Dahulu, aku pernah bersama Nabi shellewlohu `alaihi wa sallam berada di sebuah goa. Saat itu aku melihat jejak-jejak kaum musyrikin dan aku berkata : ya Rosululloh, seandainya salah seorang di antara mereka mengangkat kakinya, niscaya dia akan melihat kita! Beliau shellewlohu `alaihi wa sallam bersabda : apa dugaanmu terhadap dua orang yang Alloh adalah pihak yang ketiga?”. [1]
Abu Bakar rodiyallohu `anhu berkata :
“Suroqoh bin Malik terus mengejar kami. Di saat kami sedang berada di padang sahara yang cukup keras, aku berkata : ya Rosululloh, kita akan terkejar. Maka beliau shellewlohu `alaihi wa sallam pun bersabda : jangan berduka, sesungguhnya Alloh bersama kita! Lalu Rosululloh shellewlohu `alaihi wa sallam berdo`a untuk mengalahkan Suroqoh, tiba-tiba kuda yang ditunggangi Suroqoh terjungkil jatuh...” [2]
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Alloh Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Alloh beserta kita.” Maka Alloh menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. Dan kalimat Alloh Itulah yang Tinggi. Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. At Taubah [9] : 40)
Di saat perang Yarmuk... Saat kaum Nashrani menyusun kekuatan... Abu Bakar rodiyallohu `anhu mengatakan : Nashrani mencoba mengerahkan was-was syaithon terhadap Kholid bin Walid. Kholid menemui mereka... Saat yang sama pasukan Romawi membawa pasukan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya... 240.000 pasukan berkuda.. Saat itu pasukan kaum muslimin tidak sampai berjumlah 40.000. Tiba-tiba, seorang muslim bergumam kepada Kholid bin Walid “Alangkah banyaknya pasukan romawi itu. Alangkah sedikitnya pasukan kaum muslimin”. Saifulloh (pedang Alloh) inipun mengatakan : “Celaka kamu! Apa yang engkau ucapkan itu buruk.. Apakah engkau mau menakuti aku dengan pasukanRomawi? Sesungguhnya banyak sekali kaum muslimin itu dan alangkah sedikit pasukan Romawi itu. Tentara itu menjadi banyak dengan pertolongan (Alloh) dan menjadi sedikit dengan kehinaan (dosa). Demi Alloh! Aku berharap Al Asyqor (kuda milik Kholid) sembuh dari sakitnya. Sedangkan mereka dilemahkan oleh jumlahnya”. [3]
Merekapun menjadi kokoh, maka Alloh memberikan kekokohan pada mereka... Mereka menolong Alloh, maka Alloh memberikan pertolongan kepada mereka.
Ya… Tsabat berarti mengharuskan kita :
1. Kukuh di medan-medan fitnah :
a. Fitnah harta.
Dan diantara mereka ada orang yang Telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, Pastilah kami akan bersedekah dan Pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). (QS. At Taubah : 75 / 76)
b. Fitnah Kedudukan.
Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya Telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Qs. Al Kahfi : 28)
c. Fitnah Keluarga
Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. At Taghobun : 14)
d. Fitnah Kedzaliman, pembantaian dan ketogutan.
Ÿ
Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit[1567],Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, Ketika mereka duduk di sekitarnya,Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan Karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji,Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu. (Qs. Al Buruj : 4 – 9)
e. Fitnah Dajjal.
“Hai manusia! Tidak ada satu fitnah di muka bumi sejak Adam diciptakan yang lebih besar dari pada fitnah Ad Dajjal… Hai Hamba-hamba Alloh… Hai Manusia : Kukuhlah kalian… Sesungguhnya aku akan sifatkan kepada kalian tentang Dajjal yang belum pernah diberikan oleh para nabi sebelumku”. (Hr. Ibnu Majah : 1359 Lihat Shohih Al Jami` : 7752)
2. Kukuh di medan Jihad.
Hai orang-orang yang beriman. Apabila kalian memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kalian.... (Qs. Al Anfal [8] : 45)
3. Kukuh di atas Manhaj
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu[1208] dan mereka tidak merobah (janjinya),
(Qs. Al Ahzab : 23)
4. Kukuh di saat kematian.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". (Qs. Fushshilat : 30)
AAS (10 / 01 / 09 )
[1] Hr. Al Bukhori dalam Fadhoil Al Qur`an, nomor (4663) dan Muslim dalam Fadhoil Ash Shohabat, nomor (4389) dari Tsabit Al Bannani : Anas bercerita kepada kami dengan berkata : Abu Bakar bercerita kepadaku tentang itu.
[2] Hr. Al Bukhori dalam kitab Al Manaqib, nomor (3652), Muslim dalam kitab Az Zuhud, nomor (5329) dari Al Barro bin `Azib..., Cerita ini seperti kisah Musa `alaihis salam saat memimpim perjalanan malam hamba-hamba Alloh, lalu Fir`aun hampir berhasil mengejarnya “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul".
Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak dia akan memberi petunjuk kepadaku". (Qs. Asy Syu`aro : 61-62)
[3] Al Bidayah wa An Nihayah, dalam cerita pertempuran Yarmuk. Bagian dari peristiwa di tahun 13 H.
Ahad 4 Dzulqo`dah 1429 H - 2 November 2008 M)
Dewan Pengurus Daerah (DPD)
HASMI - Bogor
Akhir Zaman adalah Akhir kehidupan dunia yang mendekati masa terjadinya hari kiamat. Awal dari akhir zaman itu sendiri adalah diutusnya Rosululloh saw. Hal ini disampaikan langsung oleh Rosululloh saw:
“Aku diutus dan hari kiamat seperti dua ini – beliau menunjukkan dua buah jarinya – “ (Hr. Bukhori : 8/190)
Rosululloh saw menceritakan bahwa akhir zaman ditandai oleh 2 jenis : Jenis yang buruk dan jenis yang menggembirakan..
Di antara tanda-tanda akhir zaman yang buruk adalah :
1. Merebaknya kejahilan (fusyuwwul Jahl) dan sedikitnya ilmu (Qillatul `Ilm).
Berkurangnya ilmu dimulai saat Agama telah disempurnakan oleh Alloh Swt, nikmat Negara dianugerahkan kepada kaum muslimin dan Rosululloh saw pulang ke rahmatulloh, sehingga terus berkurang sampai diangkat secara menyeluruh.
Abu Musa Al Asy`ari dan Ibnu Mas`ud rda berkata : Rosululloh saw bersabda :
“Sesungguh menjelang qiyamat ada hari-hari merebaknya kejahilan, diangkatnya ilmu, banyaknya al harj… Al Harj adalah pembunuhan”. (Hr. Bukhori : 9/87)
Hudzaifah bin Yaman rda berkata : Rosululloh saw bersabda :
“Islam akan terurai seperti terurainya tenunan baju sehingga tidak diketahui lagi apa itu soum, apa itu solat dan apa itu sodaqoh. Islam berjalan atas Kitabulloh di malam hari, akan tetapi tidak ada lagi ada yang tersisa satu ayatpun di wujud dunia. Sekelompok orang-orang sepuh dan tua hanya bisa mengatakan : Kami hanya mendapati bapak-bapak sejak dulu mengenal la ilaaha illalloh, kamipun ucapkan hal itu”. (Silsilah Hadits Shohih : 87)
2. Tersebarnya perzinahan dan merebak hingga menjadi komoditi perdagangan.
Nuwas bin Sam`an rda berkata : Rosululloh saw bersabda :
“Tersisalah manusia-manusia buruk yang melakukan zina seperti Himar melakukan hubungan. Di masa merekalah hari kiamat akan terjadi”. (Hr. Muslim : 8/197)
3. Mendominasinya lagu dengan berbagai jenis musik.
“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menganggap halal zina, sutra, khomr dan alat-alat musik”. (Hr. Bukhori)
4. Dihalalkannya khomr serta merebaknya konsumsi khomr di tengah-tengah masyarakat.
5. Merebaknya pembunuhan, kerusuhan dan kekikiran.
Abu Huroiroh rda berkata bahwa Rosululloh saw bersabda :
“Waktu saling berdekatan, ilmu berkurang, kikir tak mau hilang, huru-hara merajalela dan banyak terjadi kerusahan. Para Sohabat bertanya : Ya Rosululloh, kerusuhan apakah itu? Beliau saw menjawab : pembunuhan, pembunuhan”. (Hr. Bukhori : 7061)
6. Terjadinya fitnah agama yang sangat mengerikan serta merebaknya aliran-aliran sempalan perusak agama.
Abu Huroiroh rda berkata bahwa Rosululloh saw bersabda :
“segeralah berbuat sebelum masa fitnah seperti potongan malam yang gelap : Dimana seseorang menjadi mu`min di pagi hari dan kafir di sore hari, mu`min di sore hari serta kafir di pagi hari, menjual agamanya dengan barang dagangan dunia”. (Hr. Muslim : 403 8)
Tanda-tanda Menggembirakan Akhir Zaman :
1. Beribadah pokok di masa fitnah jauh lebih mulia.
2. Islam akan masuk ke seluruh negeri.
3. Kemenangan Islam ditegakkan oleh kaum muslimin dengan dakwah dan jihad fi sabilillah, sampai seluruh makhluk Alloh swt ikut serta mendukungnya.
3. Wujud yang tiada pernah henti toifah manshuroh (Kelompok penegak Islam).
Di dalam hadits yang panjang dikisahkan :
“seorang laki-laki berkata : ya Rosululloh kapankah datangnya kiamat? Maka Jawab Nabi saw : Persiapan apa yang kamu lakukan untuk menghadapinya? Laki-laki itupun diam, lalu berkata : ya Rosululloh, aku tidak mempersiapkannya dengan banyak sholat, soum atau sodaqoh. Akan tetapi aku mencintai Alloh dan RosulNya. Beliau saw bersabda : Kamu akan bersama orang yang kamu cintai”. (Hr. Muslim : 160)
Rosululloh saw bersabda :
“Sudahkah kalian mendengar sebuah kota, yang sebelah daripadanya ada di darat dan di sebelah lainnya ada di laut? Para shahabat menjawab : Sudah tahu ya Rasulullah ? Beliau bersabda : Kiamat tak akan terjadi sebelum kota tersebut diserbu oleh 70.000 pasukan dari anak keturunan Ishaq. Apabila mereka telah datang ke kota itu, mereka singgah. Tetapi tidak berperang dengan senjata, dan tidak melemparkan satu anak panah pun. Mereka hanya mengumandangkan bacaan : La ilaha illa Alloh, wa Allohu Akbar, maka roboh salah satu dari kedua benteng (belahan) kota itu. Tsaur mengatakan, “Saya tidak tahu kecuali bahwa Rasulullah saw bersabda : Belahan (benteng) yang ada di laut”. Kemudian mereka mengucapkan untuk yang kedua kalinya : La ilaha illa Alloh wa Allohu Akbar, maka jatuhlah belahan (benteng) yang lain dari kota itu. Sesudah itu mereka mengucapkan pula untuk ketiga kalinya : La ilaha illa Alloh wa Allohu Akbar, maka terbukalah kota itu bagi mereka, sehingga mereka dapat memasukinya, lalu mendapatkan harta rampasan perang”. (Hr. Muslim)
Rosululloh saw bersabda :
“Kiamat tak akan terjadi sebelum kaum muslimin memerangi kaum Yahudi. Mereka akan diperangi kaum muslimin, sehingga orang-orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Maka berkatalah batu dan pohon tersebut : Wahai orang Islam, wahai hamba Alloh, ini ada orang Yahudi bersembunyi dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia! Kecuali pohon gharqad, karena pohon itu adalah pohonYahudi”. (Hr. Ahmad)
Jadi kalau mau mulia ikutlah dalam kafilah tanda-tanda kebaikan di akhir zaman… Jika tidak, maka anda akan berada dalam kafilah tanda-tanda keburukan akhir zaman… Semuanya terserah anda… Semuanya telah dijelas di hadapan kita sekalian…