MANHAJ ALTERNATIF

Diposting oleh AAS | 02.25 | | 0 komentar »

Salah satu cara atau manhaj alternatif adalah menempuh jalur-jalur demokrasi, dengan cara membentuk suatu partai politik dan mengikuti pemilihan umum serta memasuki parlemen, dengan harapan bisa menguasai suara terbanyak untuk sanggup mengadakan perubahan yang diinginkan melalui pemungutan suara. Metode atau manhaj ini mempunyai dua cacat besar, yaitu cacat syar’i dan cacat realita. Cacat syar’i utama dalam manhaj ini adalah karena demokrasi adalah manhaj syirik yang menyerahkan hak Allah dalam menentukan hukum, kepada rakyat (manusia) yang diwakili suara terbanyak dalam parlemen. Kesyirikan sistem demokrasi adalah suatu hal yang jelas sekali dan telah menjadi kesepakatan ulama Islam. Dengan demikian menempuh jalan demokrasi adalah keterlibatan dalam suatu sistem kufur dan sudah menjadi suatu aqidah yang pasti dalam Islam bahwa penempuhan jalan yang tidak diridhai Allah tidak akan membawa kemenangan dan keberhasilan dalam perjuangan Islam.
Adapun cacat syar’i lainnya dari manhaj ini, bahwasanya Allah telah melarang kita untuk duduk bersama orang-orang yang menghina ayat-ayat-Nya. Allah swt berfirman :
………..
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Quran bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokan (oleh orang-orang kafir), maka janglah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (Qs. An-Nisaa’ [4]:140)
Majelis-majelis parlemen dalam sistem demokrasi merupakan temapt-tempat untuk menghina hukum-hukum Allah dengan cara menolaknya dan tidak memperdulikannya serta dengan mengangkatnya syari’at jahiliyyah setinggi-tingginya. Tempat mana langkah yang dianggap lebih menghinakan ayat-ayat Allah daripada tempat seperti ini? Di waktu yang sama, keberadaan para da’i-da’i Islami dalam jalur sistem demokrasi akan mensamarkan kekufuran sistem itu di hadapan masyarakat yang salah satu kewajiban besar kita adalah menerangkan kepada mereka tentang kekufuran sistem itu. Di waktu yang sama orang-orang jahiliyyah mendapat semacam legitimasi “Islami” atas sistem mereka dengan keberadaan para da’i-da’i tersebut.
Dalam kenyataan, cara ini pun banyak melalaikan para da’i dari pekerjaan utama mereka yaitu menyampaikan risalah Allah dengan segamblang-gamblangnya, melakukan tarbiyah dan menjelaskan semua kejahiliyyahan sistem yang ada. Di jalur ini penghalalan cara-cara yang diharamkan pun sering terjadi demi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Seperti persekutuan dengan pihak-pihak sekuler di dalam parlemen dan lain-lainnya, yang semuanya akan lebih mensamarkan masalah aqidah al-wala’ wa al-bara’ dan Al-Hakimiyah.
Adapun cacat realita pada metode ini adalah hal yang nyata dan jelas sekali. Kalau kita kesampingkan cacat syar’i yang ada, maka dari manakah mereka (para da’i yang duduk di parlemen) akan mendapat suara terbanyak selama masyarakat masih belum ditarbiyyah secara Islami dan masih belum menyelami bahwa bahwa tauhid hakimiyyah adalah kandungan dari……………. Kalau kita umpamakan bahwa 100% suara di parlemen adalah untuk pihak Islami dan parlemen memutuskan untuk menerapkan hukum-hukum Allah serta menghapus sistem jahiliyyah yang ada, maka suatu kudeta militer yang digerakkan dan direstui oleh kekuatan Zionis Internasional akan dengan segera menggagalkannya dalam waktu 24 jam dan menjebloskan semua anggota parlemen ke dalam penjara.
Di waktu itu, karena tarbiyyah Islamiyyah yang serius kepada masyarakat terabaikan (karena memang manhaj dakwahnya bukan manhaj tarbiyyah yang serius), maka masyarakat pun hanya sekedar menjadi penonton dan bertopang dagu. Contoh-contoh pengalaman pahit para da’i di Mesir, Turki, dan Al-Jazair pada akhir abad ke-20 telah kia lihat dan bisa kita ambil pelajaran darinya.

AAS (30/01/09)

0 komentar

Posting Komentar