PIMPINAN

Diposting oleh AAS | 02.28 | | 0 komentar »

Kepemimpinan adalah suatu tugas yang sangat berbahaya sekali. Pertanggung jawaban kepemimpinan di sisi Allah sangat besar sekali. Jika orang-orang yang bertakwa menyelami benar-benar kebesaran tanggung jawab ini , niscaya semua mereka akan berusaha menghindari tugas ini dan niscaya pula tidak akan ada orang yang merasa iri kepada seorang pemimpin atas kepemimpinannya. Posisi seorang pemimpin sangat penting sekali. Sebab itu pula setiap negara memberi prioritas dan sekuriti yang ketat kepada para pemimpinnya. Kepentingan posisi seorang pemimpin bukanlah karena zatnya, tetapi dikarenakan oleh peranannya dalam suatu bentuk amal jama’i dalam semua tingkatan. Tidak ada amal jama’i kalau tidak ada pimpinan. Peranan terpenting dari seorang pemimpin adalah sebagai pemersatu dan sebagai pemberi pengarahan. Untuk lebih menyelami lagi pentingnya peranan ini, mari kita simak baik-baik apa yang telah terjadi pada Ja’far bin Abi Thalib di perang Mut’ah. Beliau waktu itu sebagai pimpinan dan memegang bendera dan bendera berarti tanda pusat kekuatan suatu laskar pada waktu itu. Kalau bendera tidak ada maka laskar itupun cerai-berai karena tidak tahu posisi pusat mereka. Jadi bendera memegang peranan pemersatu. Ketika, beliau diserang dan musuh puOpsi Entrin memotong tangan beliau, maka beliau pun memindahkan bendera ke tangan yang lain dan begitulah seterusnya samapi musuh-musuh itu mencingcang beliau dan membunuhnya. Di sini kita lihat bahwa Ja’far bin Abi Thalib yang hanya bisa melakukan satu hal saja dari dua pilihan yaitu membela diri atau membela bendera, telah mengorbankan dirinya demi tahap berkibarnya sang bendera. Perbuatan ini bukanlah untuk mengagungkan secarik kain yang terikat di ujung tongkat, hal yang demikian tidak dibenarkan dalam aqidah Islamiyyah. Tetapi tujuannya adalah untuk mempertahankan kewujudan simbol pemersatu.
Tindakan ini tidak mendapat celaan dari siapa pun di kalangan para shahabat. Rasulullah saw sendiri telah mengkhabarkan masuknya Ja’far bin Abi Thalib ke syurga dengan mempunyai dua sayap. Kalau demikian halnya dengan secarik kain pemersatu, bagaimanakah hal seorang manusia pemimpin yang berperan sebagai pemersatu.
Seorang pemimpin tidak mungkin melaksanakan peranannya dengan sebaik-baiknya, kecuali kalau benar-benar dia tempatkan sebagai seorang pemimpin. Banyak pemimpin yang dituntut oleh orang-orang yang dipimpinnya untuk menjadi pengikut, bukan menjadi pemimpin. Mereka mengharuskan sang pemimpin mengikuti suara terbanyak, sehingga suara terbanyaklah pemimpin yang sebenarnya dan sang pemimpin hanya menjadi koordinator. Walaupun secara sekilas hal itu bisa diterima, akan tetapi hasilnya akan buruk sekali. Di antara keburukannya adalah kehilangan unsur kecepatan dalammengambil keputusan dan bisa mengakibatkan terbentuknya fraksi-fraksi di dalam tubuh jama’ah. Seorang anggota harus tetap patuh kepada pimpinannya walaupun sang pemimpin tidak pandai bermusyawarah. Penilaian tentang kepandaian ini pun relatif. Karena kepatuhan jauh lebih penting dari syura itu sendiri disamping seorang pemimpin harus bisa melakukan syura dengan baik, tetapi jangan sampai syura menjadikannya sebagai seorang koordinator saja. Seorang pemimpin harus mengetahui dengan jelas hal-hal mana yang harus disyurakan dan hal-hal mana yang memerlukan kecepatan pengambilan keputusan. Setelah bersyura, dia berhak untuk mengikuti suara terbanyak atau mengikuti lainnya.
Ketika seorang pemimpin tidak pandai dalam menjalankan syura, tidak ragu lagi hal ini merupakan suatu kerugian bagi jama’ah. Tetapi kerugian pembangkangan atau kerugian kehilangan kepemimpinan akibat over syura akan jauh lebih besar lagi kerugiannya.

AAS (30/01/09)

0 komentar

Posting Komentar