Ketidaktaatan yang kita maksudkan disini adalah pada hal-hal yang ma’ruf. Ketidaktaatan seperti ini banyak disebabkan karena kemalasan atau ketidakpuasan atau ketidaksetujuan atau kesombongan dan lain-lainnya. Semua itu bisa diterima sebagai suatu alasan untuk suatu pembangkangan.
Pada masalah ketaatan inilah seorang anggota diuji keikhlasannya dalam berdakwah. Apakah keikhlasannya benar-benar demi Allah, sehingga dia bersedia menekan semua perasaannya dan menjaga lisannya baik-baik demi kesuksesan amal yang diniatkan demi Allah semata? Atau apakah di hanya ikhlas kepad dirinya sendiri,melaksanakan perintah karena dirinya setuju dan memabngkang ketik ahal itu tidak sejalan dengan pemikirannya.
Bagi mereka yang ingin memuaskan diri sendiri, sudah barang tentu ketaatan adalah sesuatu yang berat sekali. Berbeda halnya dengan seorang yang ikhlas karena Allah hanya ridha-Nya semata. Seorang yang mukhlis akan menganggap dirinya adalah seorang prajurit Allah dan jama’ahnya adalah satu divisi dari divisi-divisi tentara Allah yang banyak. Sekali lagi ketaatan yang diminta sebuah jama’ah Islamiyyah dari seorang anggota hanyalah ketaatan pada hal-hal yang tidak ada kemaksiatan kepadanya dan hanya sebatas hal-hal yang berhubungan dengan misi serta amal dari jama’ah.
Kita dapati pada salah satu hadits Rasulullah saw mengenai imarah kubra, Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mendapatkan pada amirnya apa-apa yang dibencinya, maka bersabarlah. Sesungguhnya orang yang keluar dari ketaatan amir lalu mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliyyah” (HR…..)
Dari hadits ini kita dapati betapa pentingnya suatu ketaatan dalam bentuk persatuan. Kita dapati pula bahwa pemecahan untuk gejolak jiwa ketika seseorang sedang melaksanakan ketaatan adalah kesabaran yaitu menekan semua panggilan pembangkangan.
0 komentar
Posting Komentar